
Aku seorang laki-laki yang masih menganggur. Umurku 30 tahun, sebut saja namaku Zen (bukan nama sebenarnya). Begini ceritaku..
Setiap pagi di SMA itu selalu diadakan mata pelajaran Olahraga dan Kesehatan. Seperti lazimnya SMA yang lain, setiap mengadakannya pasti sebelumnya disertai pemanasan terlebih dahulu, dan pemanasan yang dimaksud di sini adalah lari pagi. Setiap kali siswi-siswi itu lari aku ajak menumpang di mobilku yang pickup itu (jadi muat banyak penumpang) dan mereka tidak pernah menolak bahkan mereka senang.
Lalu timbullah pikiran kotorku. Aku tahu bahwa ada cewek yang menurutku lumayan sporty, cantik, manis dan juga montok dibandingkan teman-temannya yang lain. Sebut saja Widya (bukan nama sebenarnya).
Widya lumayan tinggi untuk gadis seumurnya, kulitnya bisa dikatakan sawo matang, tapi benar-benar terang dan keputih-putihan. Yang aku tahu Widya masih duduk di kelas 1 di SMA itu.
Aku benar-benar tidak tahan melihat penampilannya yang sporty dan seksi setiap kali dia kelelahan lari dengan jarak yang lumayan jauh itu, dia tampak sangat seksi dengan seragam kaus yang agak ketat, serta bagian bawahnya celana pendek sexy yang agak ketat juga. Aku melihat dengan penuh nafsu keringat yang membasahi menghiasi tubuhnya yang indah itu hingga terlihat agak tembus pandang.
Singkat cerita Widya aku bisiki, agar pada hari Jumat nanti yang merupakan jadwal kelas Widya untuk berolah raga, dia sengaja berlari sendiri jauh dari teman-temannya yang lain dengan alasan nanti akan kubelikan es sirup dan juga untuk mengerjai teman-temannya agar iri melihatnya naik mobil sambil meminum es sirup. Widya setuju saja karena dia pikir mungkin dengan begitu dia akan dapat mengerjai teman-temannya yang lain (padahal diam-diam aku yang akan mengerjainya habis-habisan).
Sehari sebelum hari H, aku menyiapkan tempat dan peralatan untuk siswi lugu ini di antaranya minuman energi, obat tidur, tali pramuka secukupnya, lakban, dan spons beserta sprei untuk kasur. Mobil pickup-ku pun sebelumnya aku persiapkan sedemikian rupa sehingga ruang tengah benar-benar pas untuk spons beserta spreinya.
Hari Jumat pun tiba. Pada pukul 05:30 WIB pun aku berangkat dari rumah dan menunggu mangsa yang satu ini. Kebetulan aku sudah mengetahui nomor HP-nya, sehingga aku tinggal missed call dia dari kejuhan dan dia langsung paham maksudku (agar dia tidak lupa dengan janjinya). Acara lari sudah dimulai dan tepat seperti dugaanku dia sudah berlari dengan mengurangi kecepatan untuk menjauh dari teman-temannya yang lain (tetapi larinya menurutku sudah telanjur terlalu jauh sekitar 1 km, mungkin ini dimaksudkannya untuk menghindari pengawasan gurunya dari belakang) dan dia juga sudah melihat mobilku dari kejauhan.
Aku langsung menghampiri dan mengajaknya masuk ke mobilku. Dia pun masuk ke mobilku tanpa basa-basi. Lalu aku memberinya es sirup yang telah kujanjikan kepadanya (yang tentunya sudah kuberi obat tidur secukupnya). Dia bahkan hanya melihat teman-temannya di depan yang mendahuluinya dan sama sekali tidak melihat ke belakang jika ada spon bersprei di sana, diapun saking hausnya langsung meneguk es sirup yang aku sebelumnya sudah campur dengan obat tidur tadi.
Dia benar-benar sudah keringatan karena kelelahan lari hingga semakin merangsangku untuk segera melumatnya. Keringatnya pun sudah tercetak di bajunya. Dia ingin agar aku segera mempercepat mobil dan menghampiri temantemannya untuk menggoda mereka, tapi aku menolaknya dengan alasan bahwa aku akan mengisi bensin dulu. Widya menurutinya karena di dekat sekolahnya memang ada tukang bensin pinggir jalan (sambil aku menunggu obat tidurnya bereaksi). Walau bensin mobilku sebenarnya belum habis tapi aku terpaksa menuju ke tukang bensin itu juga.
Aku turun tetapi bukannya membeli bensin (karena memang masih penuh) tetapi malah membeli koran yang aku baca-baca sebentar di luar mobil. Lalu aku membayar koran itu dan kemudian masuk kembali ke mobil. Aku dapati Widya sudah tertidur pulas, tapi rupanya dia masih sempat membuang bungkus es itu keluar mobil agar tidak mengotori lantai mobilku. Untung saja kepalanya tidak terantuk benda keras di depannya atau barang yang lain karena dia menempatkan tubuhnya di antara kursi depan dan pintu di sudut.
Aku pikir anak ini sudah tidak bisa berbuat apa-apa hingga langsung saja aku telentangkan dia di tempat yang sudah aku persiapkan sebelumnya. Hal pertama yang harus aku lakukan adalah menyumpal mulutnya dengan lakban agar dia tidak bisa berteriak ketika tersadar nanti. Aku mulai menjalankan mobilku dengan kencang ke tempat yang benar-benar sepi dari keramaian dan agak rindang. Beruntung dia belum bangun. Aku pun melanjutkan dengan menelanjanginya, melepas pakaiannya satu persatu. Aku melihat tubuhnya benar-benar seksi untuk gadis seusianya dan kulitnya yang sawo matang namun agak keputih-putihan itu benar benar mulus juga mengkilat mungkin karena terlalu lelah lari tadi.
Kuteruskan membuka BH-nya dan aku
melihat pemandangan dua gunung yang lumayan montok untuk gadis
seusianya, payudaranya benar-benar kencang. Lalu aku teruskan untuk
membuka CD-nya yang putih tipis itu dan aku mendapatkan pemandangan yang
sungguh indah, sebuah vagina mungil dengan dihiasi bulu-bulu lembut
yang tidak terlalu lebat. Batang kemaluanku sudah mulai tidak bisa
diajak berkompromi, maka aku cepat-cepat membuka seluruh pakaiannya
kecuali sepatu sportnya yang berkaus kaki putih itu karena aku pikir
dengan begitu dia akan terlihat benar-benar cantik dan sangat merangsang
untuk dinikmati. Lalu aku cepat-cepat mengikatnya dengan tali pramuka
yang telah kupersiapkan sebelumnya.
Aku ikat kedua tangannya di belakang punggung dengan ikatan yang sangat
rapat hingga kedua tangannya menyiku. HP miliknya kuletakkan di kursi
depan karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Lalu terakhir
aku memotretnya habis-habisan dengan HP berkameraku. Kupotret seluruh
tubuhnya dari depan, lalu aku balikkan tubuhnya kemudian memotretnya
dari belakang. Untuk sementara tugasku kali ini sudah selesai dan aku
tinggal menunggunya sadar, tetapi dia belum sadar juga, padahal obat
tidur yang kuberikan tidak terlalu banyak. Ah peduli apa, pikirku. Walau
dia belum sadar juga tidak ada salahnya jika dicicil sedikit.
Aku mulai dari kedua payudaranya yang sejak tadi seakan menghipnotisku
untuk terus menatapnya. Aku mulai menghisapnya dengan kasar, dan rasanya
benar-benar lezat. Aku terus menghisap dan menjilati keduanya sambil
sesekali aku gigit saking gemasnya. Dan sewaktu aku mengerjai kedua
payudaranya dia sedikit demi sedikit mulai tersadar. Kemudian aku
melihat ke arah jam tanganku yang menunjukkan pukul 08:15 WIB, berarti
dia tadi tertidur sekitar 1 jam lebih.
Mata Widya langsung terbelalak keheranan karena begitu bangun dia
langsung mendapatkan dirinya terikat tanpa pakaian di dalam mobil. Dia
mencoba berteriak ketika dia mendapatkan dirinya dalam keadaan seperti
itu, tapi itu semua sama sekali hanya membuang-buang tenaganya saja
karena aku sudah menutup mulutnya dengan lakban.
“Eemmhh..!! Emmhh.. Mm.. Mmhh..!”, Widya mencoba bersuara.
“Kamu tenang aja Wid.. Gak ada yang bakalan denger meski kamu berteriak sekencang apa pun, mulutmu itu sudah kubungkam dengan lakban dan di sini benar-benar sepi, paling paling yang mendengarmu cuma kambing sama ayam aja.. Ha.. Ha.., jadi sebaiknya simpan tenagamu dan nikmati saja apa yang akan terjadi sama kamu. Simpan tenagamu ya sayang.. Tugasmu masih banyak dan sama sekali belum dimulai”, ujarku.
Widya menatapku dengan ketakutan, matanya memerah dan wajahnya jadi semakin pucat. Tapi dia tidak menghiraukan ucapanku tadi, dan dia meronta semakin kuat.
“Eemmhh..!! Em..!! Mmhh..!! Mm!! Hmmhh..!!” Karena ucapanku tidak diindahkannya, aku langsung mengobok-obok vaginanya dengan kasar sambil mengancamnya..
“Ayo!! Teriak lebih keras lagi!! Dengan begitu aku bisa lebih kasar lagi menghadapimu! Tugasmu masih banyak tahu!!”
“Kamu tenang aja Wid.. Gak ada yang bakalan denger meski kamu berteriak sekencang apa pun, mulutmu itu sudah kubungkam dengan lakban dan di sini benar-benar sepi, paling paling yang mendengarmu cuma kambing sama ayam aja.. Ha.. Ha.., jadi sebaiknya simpan tenagamu dan nikmati saja apa yang akan terjadi sama kamu. Simpan tenagamu ya sayang.. Tugasmu masih banyak dan sama sekali belum dimulai”, ujarku.
Widya menatapku dengan ketakutan, matanya memerah dan wajahnya jadi semakin pucat. Tapi dia tidak menghiraukan ucapanku tadi, dan dia meronta semakin kuat.
“Eemmhh..!! Em..!! Mmhh..!! Mm!! Hmmhh..!!” Karena ucapanku tidak diindahkannya, aku langsung mengobok-obok vaginanya dengan kasar sambil mengancamnya..
“Ayo!! Teriak lebih keras lagi!! Dengan begitu aku bisa lebih kasar lagi menghadapimu! Tugasmu masih banyak tahu!!”
Dia dengan sangat ketakutan mengangguk sambil mengucurkan air mata
banyak sekali, lalu dia menangis tersedusedu mungkin karena vaginanya
terasa sangat kesakitan ketika kuperlakukan dengan kasar tadi. Aku pun
melanjutkan dengan menjilati vaginanya yang telah aku obok-obok dengan
tangan tadi sambil menghisap-hisap dengan ganasnya serta
kucolok-colokkan lidahku di liang senggamanya. Rasanya benar-benar
nikmat sekali, belum pernah aku merasakan hal yang seperti ini
sebelumnya. Widya hanya bisa menangis dan mengucurkan air mata. Aku jadi
semakin terangsang untuk berbuat lebih ganas lagi. Tapi lama-kelamaan
aku jadi ingin tahu apa yang akan diucapkannya sedari tadi dan aku
membisikinya..
“Aku mau membuka lakban yang menutupi mulutmu asal kamu janji tidak akan
berteriak, kalo coba-coba teriak aku janji akan membuatmu lebih
menderita lagi!! Tahu!!” Nampaknya Widya merasa tidak bisa berbuat
banyak lagi hingga dia hanya bisa mengangguk saja.
Breet.., setelah aku membukanya, dia segera memaki-makiku..
Breet.., setelah aku membukanya, dia segera memaki-makiku..
“Om bener-bener bajingan!! Anjing kamu!! Kenapa Om perlakukan aku
seperti ini!! Bajingaann!! Anjiing!!” Aku yang tidak terima mendapat
makian yang seperti itu hingga langsung menamparnya!! Plaak!! Kemudian
Widya membalasku dengan teriakan minta tolong.
“Toloong!! Toloong!! Toolong!!” Aku membiarkannya untuk membuktikan
bahwa di sana memang tidak ada seorang pun yang dapat mendengarnya.
“Nah, teriak lebih keras lagi!! Ayo!! Kita lihat siapa yang dapat mendengarmu!!”
“Nah, teriak lebih keras lagi!! Ayo!! Kita lihat siapa yang dapat mendengarmu!!”
Setelah lama sekali minta tolong sampai suaranya parau (mungkin karena
kelelahan) dan tidak menghasilkan apa pun, akhirnya Widya hanya bisa
menangis tersedu-sedu dengan suara yang serak kemudian dia berkata..
“Oomm.. Tolong lepaskan aku.. Pleeassse.. Apa salahku?? Kenapa aku diperlakukan seperti ini??”
“Kesalahanmu adalah karena berani-beraninya kamu tampil merangsang di depanku selama ini ha.. ha.. ha.. Kamu
tadi ngatain aku anjing kan!? Kita lihat sekarang siapa anjing yang sebenarnya!! Lihat dan rasakan saja!!”
“Kesalahanmu adalah karena berani-beraninya kamu tampil merangsang di depanku selama ini ha.. ha.. ha.. Kamu
tadi ngatain aku anjing kan!? Kita lihat sekarang siapa anjing yang sebenarnya!! Lihat dan rasakan saja!!”
Kemudian aku lepas semua pakaianku, lalu
dengan kedua tanganku aku membuka kaki Widya lebar-lebar ke kanan dan
ke kiri sampai benar-benar mengangkang dan terlihat benar vagina itu
menjadi semakin siap saji. Kemudian aku menancapkan batangku yang sedari
tadi sudah tidak bisa lagi diajak kompromi sedikit pun itu ke
vaginanya. Mungkin karena kesakitan saking sempitnya, dia berteriak
memelas..
“Ammpuun Oom.. Aku jangan diperkosa!! Nanti kalo aku hamil gimanaa!!
Pleeassee!!” “Itu urusanmu!! Yang aku tahu, sekarang kita akan
bersenang-senang sepuasnya OK!!”
Sepertinya gerakan kakinya mencoba menutupi vaginanya yang sudah
tertancap sepertiga batangku dan tampaknya vaginanya juga tidak mau
diajak kompromi malah juga mencoba menutupinya sehingga batangku jadi
terjepit. Aku yang menjadi agak jengkel lalu membuat kakinya lebih
mengangkang lagi lalu dengan ganas kucoba menembus keperawanan Widya
hingga dia pun berteriak keras sekali..
“Ooaahh!! Aahh!! Ampuunn Oom!! Sakiit.. Sakiit.. Aakkhh.. Mmaahh..
Iikkhh.. Ampuun oomm!! Aku bisa matii oomm!! Sakiitt!! Uoohh!! Toloong!!
Mamaa!! Maamaa!!”
Nampaknya jika Widya merasa kesakitan dia selalu berteriak memanggil
ibunya. Aku yang sudah telanjur basah begini terus melanjutkannya saja
dengan mencoba menerobos keperawanannya. Dan akhirnya, crrtt.., aku
merasa baru saja seperti ada yang sesuatu yang sobek hingga Widya
berteriak dan meronta sekuat tenaga.
Kulihat vaginanya dan ternyata benar, darah segar mengalir dengan
derasnya. Aku cepat-cepat mengambil CD-nya untuk melap darah vaginanya
agar tidak mengotori spreiku. Kulihat juga mulut Widya yang terbuka
sangat lebar meronta-ronta dan tampak sangat menderita dengan kedua
tangan yang masih terikat erat di belakang dan pakaiannya yang mulai
acak-acakan, apalagi ditambah dengan sepatu sport dan kaus kaki putihnya
hingga semakin merangsangku untuk berbuat lebih ganas.
Kemudian aku menggenjotnya lagi dan kali ini dengan tanpa ampun lagi
karena aku sudah benar-benar kesetanan. Kugenjot vagina Widya yang mulai
licin itu dengan semakin ganas. Tetapi kupikir ini masih terlalu sulit
dilakukan, tetapi peduli setan, aku terus menggenjotnya semakin ganas
dengan genjotan liarku, sampai-sampai suaranya terdengar, clep, clepp,
clepp.., sementara Widya hanya bisa mengerang kesakitan.
Begitu seterusnya sampai suara teriakannya lebih serak dari yang
sebelumnya, dan ternyata air mata Widya yang menangis tersedu-sedu
semenjak tadi belum habis juga malah semakin deras sehingga membasahi
payudaranya. Sambil menggenjotnya, aku menjilati air mata Widya itu,
lalu aku mengulum mulutnya yang semenjak tadi menganga itu sampai dia
sulit untuk bernapas sampai akhirnya, crott.. Spermaku kukeluarkan di
rahim gadis SMA kelas 1 yang malang itu. Aku pun lalu berkelojotan
kenikmatan.
Entah mengapa, mungkin karena Widya kelelahan lari sewaktu berolah raga
tadi, ditambah dengan rontaanrontaannya yang hebat dan payudara dan
vaginanya yang kuhisap habis-habisan hingga membuatnya pingsan seperti
orang mati saja. Mungkin karena tubuh Widya menindih kedua tangannya
sendiri yang terikat ketat di belakang hingga membuat buah dadanya jadi
membubung ke atas. Aku jadi bernafsu lagi melihatnya hingga aku
mengerjainya kembali selagi dia pingsan. Kuhisap-hisap sambil sedikit
kugigit dan menariknya ke atas saking gemasnya hingga akibatnya kedua
payudaranya kini jadi memerah, tetapi aku tidak mempedulikannya sama
sekali.
Kulihat jam tanganku, waktu telah menunjukkan pukul 12:05 WIB, berarti
aku tadi telah mengerjainya selama 4 jam, wajar jika dia sekarang
pingsan, mungkin juga pada jam ini Widya sudah seharusnya pulang sekolah
karena ini adalah hari Jumat, tapi peduli apa aku.
Aku memutuskan untuk beristirahat dulu sambil minum minuman berenergi
yang sudah aku persiapkan dari rumah untuk memulihkan energiku yang
sudah lumayan habis dan untuk mempersiapkan diri pada action berikutnya.
Karena tali pramuka yang kubawa tidak cuma satu, aku pun mempersiapkan
tali pramuka baru yang masih berbentuk gulungan rapi, putih mengkilat,
sangat ketat, lumayan besar dan panjang karena yang aku beli adalah tali
pramuka berkualitas istimewa, tapi bukannya aku akan menggunakan tali
pramuka yang baru itu untuk mengikatnya lebih jauh lagi, melainkan aku
menggunakannya sebagai tanda jika dia sudah tersadar nantinya, pasti dia
akan meronta. Caranya adalah kumasukkan tali pramuka yang masih
berbentuk gulungan itu ke dalam vaginanya dalamdalam. Memang ini agak
sulit kulakukan, mungkin karena ukuran vaginanya yang terlalu kecil itu,
jadi terpaksa aku memuntir-muntirnya dulu sampai akhirnya masuk
walaupun ujungnya masih terlihat sedikit, mungkin ini memang sudah
mentok, pikirku.
Untuk sementara aku beristirahat dan
mencoba untuk tidur di samping Widya. Aku tidak perlu khawatir dengan
halhal yang tidak diinginkan, karena tempat itu benar-benar sepi dan
berada di bawah pohon besar yang rindang, lagipula tangan Widya sudah
terikat tidak berdaya, dan apabila Widya terbangun atau tersadar nanti
dia pasti akan meronta kesakitan karena vaginanya yang telah aku jejali
dengan tali pramuka yang masih tergulung itu.
Lalu aku tertidur pulas di samping Widya. Aku tertidur sampai seperti
orang mati saja sehingga sewaktu Widya tersadar duluan, aku hanya
mendengar erangannya sambil memanggil-manggil mamanya. Aku pikir aku
masih dalam keadaan bermimpi saat mendengar suara siapa itu. Dan setelah
aku terbangun, aku baru sadar bahwa itu adalah suara Widya yang meronta
kesakitan karena tali pramuka yang menyumpal vaginanya. Aku cepat-cepat
melihat jam tanganku, dan jam menunjukkan telah pukul 15:10 WIB,
berarti aku dan Widya tadi telah tertidur sekitar 3 jam.
“Aakkhh!! Eengghh!! Mmamaa!! Ahaakkhh!! Mamaa!!”
“Tenang aja Wid, di sini nggak ada yang bakalan denger apalagi Mama kamu, jadi simpan saja tenagamu karena tugasmu belum selesai”.
“Tenang aja Wid, di sini nggak ada yang bakalan denger apalagi Mama kamu, jadi simpan saja tenagamu karena tugasmu belum selesai”.
Karena tenagaku sudah pulih, aku segera saja menuju target yang belum
pernah kujamah dari tadi yaitu anusnya. Sebelumnya aku harus membuat
tubuh Widya tertelungkup di kursi paling belakang, tapi kakinya tetap
berada di bawah yaitu di spons bersprei itu. Tapi sayangnya sudut atau
siku kursi mobilku yang paling belakang kurang pas seperti yang
kuharapkan untuk posisi doggy style, yaitu kepala Widya yang
tertelungkup sudah mentok ke kursi padahal vaginanya belum menyentuh
ujung atau siku kursi sehingga kupikir ini pasti tidak akan seperti yang
kuharapkan.
Maka kuangkat kepala Widya tengadah, sehingga muka Widya sekarang
menghimpit rapat pada sandaran kursi, sampai-sampai erangannya
terbungkam oleh sandaran kursi di mobilku, untungnya semua jok kursi di
mobilku telah kubelikan yang berkualitas bagus sehingga benar-benar
empuk. Dan akhirnya posisinya telah kurasa pas untuk melakukan posisi
doggy style. Setelah mendapatkan posisi yang tepat, pertama aku
menjilati dan menusuk-nusuk anus Widya dengan lidahku dengan ganasnya
dan rasanya benar-benar nikmat sekali. “Aduuhh!! Aahh!! Nghaa!!
Aduduuhh!! Aakkhh!!”
Aku sama sekali tidak tahu mengapa Widya tampak menderita sekali,
padahal aku belum melakukan apa-apa, hanya sebatas menjilati sambil
menusuk-nusuk anus Widya dengan lidahku. Dan aku baru teringat bahwa
ternyata penyebabnya adalah gulungan tali pramuka yang masih bersarang
di vagina Widya. Ah peduli apa aku, justru dengan dia meronta-ronta
seperti itu akan membuat nafsuku semakin meledak, jadi aku biarkan saja
tali pramuka yang masih tergulung rapi dan ketat itu bersarang di
vaginanya.
Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil posisi untuk mengerjainya
lagi. Pertama-tama aku menancapkan sepertiga batangku dulu di anusnya.
Karena anus Widya benar-benar kecil maka ini akan cukup sulit, pikirku.
Tibatiba terdengar rontaan Widya meskipun kurang jelas karena terbekap
jok mobil.
“Ampuun oomm!! Mau diapakan aku!! Jangan di situ Oom!! Aku bisa mati!! Ampuun!! Ampuun!! Jangan Omm!!”
“Ampuun oomm!! Mau diapakan aku!! Jangan di situ Oom!! Aku bisa mati!! Ampuun!! Ampuun!! Jangan Omm!!”
Tanpa peduli sedikit pun dengan apa yang diucapkan Widya, aku mulai
kembali mencoba menerobos anus Widya. Kumasukkan (meskipun hanya bisa
sepertiga yang masuk), kemudian aku keluarkan lagi, dan terus kulakukan
itu sampai anus Widya menjadi sedikit licin dan longgar. Karena akhirnya
aku agak jengkel dan bosan untuk menunggu lebih lama lagi, maka
kuterobos saja liang anus Widya dengan sekuat tenaga. Slackk!! Scrrct!!
“Uuookkhh!! Khaakkhh!! Ahhgghh!!”, jerit Widya.
“Uuookkhh!! Khaakkhh!! Ahhgghh!!”, jerit Widya.
Widya tampak benar-benar menderita, dan aku juga sudah merasakan ada
sesuatu yang sobek, maka aku teliti anusnya untuk memastikannya dan
ternyata benar, darah segar sudah mengucur deras dari liang anusnya. Aku
kembali mengambil CD-nya untuk membersihkan darah dari anusnya.
Darahnya benar-benar banyak, mungkin karena liang anusnya terlalu kecil.
Dan setelah aku memastikan liang anus Widya telah terasa licin dan
mulai nikmat untuk digarap, langsung saja kugenjot dia dengan
sodokan-sodokanku yang ganas. Widya hanya bisa menangis tersedu-sedu dan
memohon untuk segera dipulangkan ke rumahnya karena mungkin orang
tuanya sekarang sudah mulai mencemaskan anak gadisnya yang belum pulang
dari sekolah.
“Enngghh.. Enngghh.. Mngghh.. Enhgh.. Oom.. Sudah oomm.. Aku mohoon..
Aku pengen pulaang.. Aku pengen pulang Oom.. Heenngghh.. Engghh..”
Mendengar rintihannya yang terdengar serak dan sangat menderita itu
menyebabkan birahiku justru semakin meledak, dan aku menggenjot anusnya
dengan lebih ganas lagi hingga akhirnya aku menyemburkan spermaku di
dalam anus Widya. Aku tahu Widya pasti sangat menderita sekali karena
selain dia baru saja kusodomi habishabisan, juga tali pramuka yang masih
bersarang di vaginanya, dan juga tali pramuka yang mengikat kedua tangannya di belakang (sampai kedua
tangannya berbentuk siku) akan menambah siksaan yang harus dijalaninya
demi memuaskan nafsu bejatku.
Sambil beristirahat sebentar aku kembali
membaringkan tubuh Widya yang sudah bermandi peluh itu hingga tampak
mengkilap ke spons bersprei itu. Widya tidak henti-hentinya menangis,
air matanya juga tidak henti-hentinya keluar. Tiba-tiba terdengar HP
Widya berbunyi. Setelah aku lihat identitas pemanggilnya ternyata
bertuliskan “Mama”. Wah, aku pikir Mama-nya Widya sudah mecemaskan
anaknya yang belum pulang juga dari sekolahnya. Aku kemudian
memperlihatkan kepada Widya siapa orang yang mencoba menghubunginya.
Segera saja mata Widya terbelalak saat mengetahui bahwa itu adalah
Mama-nya hingga Widya berteriak sekuat tenaga.
“Maamaa!! Maammaa!! Tooloong aku Maa!! Maamaa!!”
Widya berteriak keras sekali berharap aku mau menyambungkan telepon
untuknya, tetapi yang aku lakukan adalah justru memutuskan sambungan
telepon itu di hadapannya.
“Bangsaatt!! Anjiing!! Bajingaann kamuu!! Bangsaat kamu!! Anjiing!!”,
maki Widya, lalu Widya kembali menangis. “Ennghh.. Heennggh.. Kenapa
kamu tega melakukan ini? Itu Mamakuu.. Heenggh.. Aku pengen pulaanng!!
Mamaa!!”
Bukannya aku kasihan terhadap Widya, aku malah mereply SMS ke Mama-nya
yang berisikan, “Ma aku lagi bersenang-senang jadi jangan ganggu aku
ya!!” Sebelum aku mengirimkan SMS itu ka Mama-nya aku perlihatkan dulu
isi SMS itu kepada Widya hingga kembali ia memakiku.
“Kamu bener-bener menjijikkan!! Terkutuk kamu!! Bangsaat!!”
Aku kemudian menjilati air matanya yang terus bercucuran sampai bersih.
Aku juga membenahi kedua kaus kakinya yang mulai merosot, juga tali
sepatu sport-nya yang mulai acak-acakan hingga akhirnya Widya kembali
rapi dan merangsang untuk dinikmati.
Karena aku tidak mau dia keburu pingsan lagi padahal tugasnya
memuaskanku belum selesai, aku memutuskan untuk mengocok batangku di
dalam mulut Widya agar sperma yang nanti ditelannya bisa sedikit
memberinya energi, lalu aku mengangkat kepalanya, memasukkan batangku ke
mulutnya, dan membuat gerakan maju mundur berirama.
“Nymlhh!! Nymngmh!! Ghhkkh!! Nnymhkh!! Ghkmnh!!”, gumam Widya saat mulutnya kupaksa dimasuki batangku.
Melihat Widya yang menangis tersedu-sedu dan tampak sangat menderita,
nafsu birahiku semakin memuncak, lalu kupercepat saja tempo genjotanku
sampai akhirnya.., crott.. croott.. croot.. Akhirnya aku menyemburkan
spermaku di dalam mulut Widya. Lalu aku cepat-cepat menutup mulut Widya
dengan hati-hati agar jangan sampai ada sperma yang dimuntahkannya lagi.
Widya malah mencoba memaksa memuntahkannya, hingga akhirnya sebagian
kecil spermaku berhasil dimuntahkannya lewat sela-sela tanganku. Aku
tidak ingin hal ini terjadi lagi hingga tangan kiriku berusaha menutupi
mulutnya dan tangan kananku menjepit hidungnya sekuat tenaga agar tidak
ada jalan baginya lagi untuk bernapas selain menelan spermaku. Dan
kulihat tenggorokannya seperti menelan sesuatu.
Aku pikir dia akhirnyua sudah menelan spermaku semuanya. Kali ini Widya
benar-benar seperti mabuk. Spermaku yang sedikit berceceran di mulutnya
aku sapukan merata ke mukanya dengan harapan agar dia merasa lebih
fresh. Aku merasa kehausan juga, mungkin karena sudah dari tadi
berulang-ulang mengeluarkan sperma untuk pelacur kecilku ini. Aku jadi
punya ide konyol. Sebelumnya aku keluarkan dulu gulungan tali pramuka
yang menyiksanya.
Widya kemudian malah meronta dan badannya juga bergetar, mungkin karena
menahan pedih. Tali pramuka yang tadinya putih bersih itu sekarang sudah
jadi berwarna agak gelap dan dipenuhi banyak darah dan cairan vagina.
Aku menjilatinya sebentar dan, hmm.. rasanya benar benar lezat.
“Wid, aku sekarang pengen kamu kencing!! Cepet!! Aku udah haus banget
dari tadi ngerjain kamu!!”, perintahku. “Aa.. Aapa maksudmu!? Aku nggak
bisa pipis sekaraang.. Aa.. Aaku.. Lagi nggak kebelet..”
“Ya udah kalo gitu aku bantu sini!!”
“Aa.. Apaa..!?” Aku kemudian mengulum vaginanya dan menghisap-hisapnya serta tanganku menggelitikinya dengan harapan dia akan mengompol.
“Ahahaakhh!! Ahaahaahh!! Khaahaa!! Gelii!! Apa-apaan kamu!?”
“Ya udah kalo gitu aku bantu sini!!”
“Aa.. Apaa..!?” Aku kemudian mengulum vaginanya dan menghisap-hisapnya serta tanganku menggelitikinya dengan harapan dia akan mengompol.
“Ahahaakhh!! Ahaahaahh!! Khaahaa!! Gelii!! Apa-apaan kamu!?”
Pemandangan yang tampak aneh karena dia
bisa setengah tertawa geli setengah menangis tersedu-sedu, sambil
badannya bergetar hebat. Widya aku perlakukan seperti itu lama sekali
sampai akhirnya dia mengompol juga meskipun hanya keluar
sedikit-sedikit.
“Aakkhhaakhh!! Aakkhh!! Sakiit!!”
Aku tidak tahu pasti mengapa dia kesakitan padahal dia hanya mengompol
saja. Aku baru ingat jika aku tadi sudah mengobok-obok dan memerawani
vagina Widya dengan cara yang kasar hingga jika dia sekarang merintih
kesakitan tentunya wajar. Tapi peduli apa aku. Kulanjutkan saja dengan
menghisap dan menelan air seni gadis SMA kelas 1 itu. Mungkin karena
Widya merasakan perih yang teramat sangat, maka dia hanya mengeluarkan
air kencing itu sedikitsedikit sambil mengerang kesakitan.
Suara rintihannya jadi semakin lemah mungkin karena dia kelelahan. Air
seninya hanya keluar sedikit sehingga lamakelamaan aku agak jengkel
juga, lalu aku menghisapnya saja dengan paksa. Hmm.. Ini benar-benar
lezat sekali, lebih lezat daripada teh celup manapun, pikirku, hahaha..
Rontaan Widya menjadi lebih panjang dan dia tampak lebih menderita
daripada sebelumnya. Setelah aku pikir air seni Widya benar-benar sudah
habis, aku sudahi saja permainan itu. Tiba-tiba HP Widya berbunyi lagi,
dan setelah kulihat ternyata Mama-nya Widya yang mereply SMS-ku,
“Bersenang-senang!? Apa maksudmu sayang!? Kenapa kamu bicara kasar gitu
sama Mama!? Kamu sekarang ada dimana sayang!?”
Aku memperlihatkan SMS yang dikirimkan Mamanya kepada Widya. Mungkin karena dipikir dirinya sudah tidak bisa berbuat banyak, Widya menanggapinya hanya dengan menangis tersedu-sedu sambil memanggil-manggil Mamanya. Kemudian aku kembali mereply SMS tersebut, “Apa urusan Mama dg perkataanku yg ksr!! Makanya jgn ganggu aku lg!! Aku ada les privat dadakan, dan lokasinya ada di sorga dunia, mata pelajarannya adl ttg Kenikmatan Duniawi!! Jd Mama gak usah khawatir dan skrg mending Mama tidur aja!! Aku msh hrs bljr lbh byk lg ttg mata pljrn ini!!”
Aku memperlihatkan SMS yang dikirimkan Mamanya kepada Widya. Mungkin karena dipikir dirinya sudah tidak bisa berbuat banyak, Widya menanggapinya hanya dengan menangis tersedu-sedu sambil memanggil-manggil Mamanya. Kemudian aku kembali mereply SMS tersebut, “Apa urusan Mama dg perkataanku yg ksr!! Makanya jgn ganggu aku lg!! Aku ada les privat dadakan, dan lokasinya ada di sorga dunia, mata pelajarannya adl ttg Kenikmatan Duniawi!! Jd Mama gak usah khawatir dan skrg mending Mama tidur aja!! Aku msh hrs bljr lbh byk lg ttg mata pljrn ini!!”
Seperti tadi, sebelum aku mengirimkan SMS itu ke Mama-nya Widya, aku
perlihatkan dulu SMS itu kepada Widya. Mata Widya kembali terbelalak,
kemudian memakiku habis-habisan.
“Bangsaat kamu Zen!! Kamu bener-bener terkutuk!! Kamu bukan manusiaa!! Anjing kamuu!!”
Mungkin karena saking marahnya, Widya langsung memanggil namaku “Zen” dan bukan “Om” lagi. Tetapi aku sama sekali tidak menghiraukan ucapannya, dan dia kemudian menangis lagi.
Mungkin karena saking marahnya, Widya langsung memanggil namaku “Zen” dan bukan “Om” lagi. Tetapi aku sama sekali tidak menghiraukan ucapannya, dan dia kemudian menangis lagi.
Singkat cerita, setelah itu aku kembali terus mengerjai Widya yang sudah
tampak seperti orang mabuk itu sampai suara rintihannya menjadi serak
sekali. Ketika sedang asyik-asyiknya mengerjai siswi SMA yang lugu dan
malang itu, ternyata HP-nya berbunyi lagi, kulihat ternyata Mama-nya
yang mencoba menghubungi Widya lagi yang kali ini kuabaikan. Ternyata
Mama-nya Widya tidak mudah menyerah, dia malah mengirim SMS lagi,
“Sayang, pulang donk, ini kan sudah jam 5 sore & sudah mo maghrib
sayang. Pulang ya sayang ya!? Mama kuatir banget sama kamu sayang!
Pulang ya sayang ya!?”
Aku terkejut juga, lalu aku melihat jam tanganku dan ternyata benar yang
dikatakan Mama-nya Widya, sekarang sudah pukul 17:15 WIB. Mungkin
karena keasyikan sekali sewaktu mengerjai tubuh Widya yang indah itu,
aku sampai lupa waktu. Aku kembali membalas SMS Mama-nya Widya, “Iya Ma!
Aku sgr plg! Cuma tinggal satu permainan, tunggu sebentar ya Ma!!”
Seperti sebelumnya, sebelum aku mengirimkan SMS ke Mama-nya, SMS itu
kutunjukkan dulu kepada Widya, dan seperti sebelumnya juga, Widya hanya
bisa meresponsnya dengan meronta dan menangis. Kemudian aku memutuskan
untuk mengakhiri permainan sampai di sini. Sebagai permainan terakhir,
aku mengencingi Widya merata sampai hampir ke seluruh tubuhnya, tapi
sebagian besar air seniku kutembakkan ke mukanya.
“Bangsatt!! Apa-apaan ini!! Anjing kamu Zen!! Akh! Udah Zen!! Ampuun!!”
Widya hanya bisa merespons permainan terakhirku dengan memaki-makiku.
Aku tidak menanggapi makiannya, karena justru Widyalah yang sekarang
tampak seperti seonggok daging hidup yang hina, pikirku. Mobilku jadi
bau pesing juga jika begini caranya, pikirku, tapi sudahlah, toh ini
juga air seniku sendiri. Kemudian tali yang mengikat ketat tangan Widya
sejak dari pagi tadi kulepas, lalu Widya membuka kedua tangannya secara
berlahan-lahan dan dengan sedikit gemetaran, mungkin karena terlalu lama
dalam keadaan terikat dan ikatannya sangat kencang.
Kemudian setelah itu langsung saja Widya kutarik keluar dari mobil dalam
keadaan telanjang bulat, yang menutupi tubuhnya tinggal kaus kaki
beserta sepatu sportnya, karena rencanaku semua pakaian Widya termasuk
BH dan CDnya yang telah berlumuran darah keperawanan Widya itu akan aku
gunakan untuk masturbasi nantinya termasuk juga foto-foto bugil Widya
yang telah kuambil sebelum ia kuperkosa tadi.
Widya benar-benar nampak panik. Aku memberikan HP-nya kembali, karena memang hanya HP yang ada di sakunya dan dia tidak membawa benda lain lagi seperti dompet atau yang lain-lain, dengan harapan dia dapat segera menghubungi Mama-nya untuk meminta bantuan. Kemudian aku bergegas menutup pintu mobilku dan segera tancap gas tanpa menghiraukan Widya lagi. Daerah itu memang sangat sepi apalagi jika menjelang larut.
Sempat kulihat dari kaca spion, Widya langsung berlindung di bawah pohon yang rindang dan langsung menggunakan HP-nya untuk mencari bantuan. Tentunya untuk saat ini hanya HP-nyalah satu-satunya alat penentu keselamatan Widya, karena dengan keadaan Widya yang bertelanjang bulat seperti sekarang ini dia menjadi serba salah, jika dia mencari bantuan di tempat yang sepi seperti kepada orang lain yang belum dikenalnya, bisa-bisa malah dia akan dimangsa lelaki hidung belang selain aku. Aku bergegas meninggalkan tempat itu dengan kecepatan yang sangat tinggi untuk segera pulang ke rumah.
Pada keesokan harinya, aku tidak pernah lagi melintasi jalan di sekitar sekolah Widya dan juga segera mengganti nomor dan penampilan mobilku untuk menghindari pelacakan dari pihak berwajib.
Komentar
Posting Komentar