Sebut saja aku Jamal dan pacarku bernama Dewi. Kami satu sekolah di
Jakarta dan kami resmi menjadi pacar di kelas 3 setelah sekitar setahun
sering pulang bareng karena rumah kami searah.
Dewi sendiri adalah seorang gadis yang bertubuh mungil, tingginya
mungkin tidak lebih dari 155 cm dan bertubuh kurus, namun memiliki
ukuran payudara yang besar, mungkin seukuran dengan payudara Febby
Febiola. Sampai-sampai teman-temanku sering berkata kalau nafsu seksnya
pun pasti besar. Tapi bukan itu yang jadi penyebab aku mencintainya,
sikap manja dan tawanya yang lepas membuatku senang bersama dan bercanda
dengannya.
Hubungan pacaran kami layaknya gaya pacaran remaja era 90-an, tidak
lebih dari nonton bioskop atau makan di restoran cepat saji. Tapi memang
setelah pulang sekolah aku sering mampir ke rumahnya untuk ngobrol atau
mengerjakan tugas bareng. Biasanya ada ibunya dan adik laki-lakinya
yang masih smp.
Sehari menjelang acara liburan perpisahan sekolah kami, seperti biasa
aku mengantarnya pulang dan mampir ke rumahnya. Ternyata hari itu
ibunya sedang ke Kota Malang bersama adiknya untuk menjenguk kakaknya
yang kuliah dan sedang sakit di sana. Sedangkan bapaknya memang biasa
pulang malam. Jadilah kami hanya berdua di rumah tersebut.
“Mau nonton VCD ga? Aku punya VCD baru ni,” katanya seperti biasa
dengan ceria. “Boleh,” sahutku. “Bentar ya, aku mo ganti baju dulu,
bau,” katanya sambil beranjak ke kamarnya. Aku pun memasukkan keping VCD
ke dalam VCD playernya sambil menunggunya ganti baju.
Tidak lama dia pun kembali ke ruang tengah dengan celana pendek
sekitar 20 cm di atas lutut dan kaos ketat. Kami pun menonton film
dengan duduk bersebelahan di sofanya. Film yang kami tonton adalah film
Captain America: Civil War.
Kugenggang tangannya dan menariknya menempelkan bahunya dengan
bahuku, dia pun merapat dan lenganku pun kini berada di atas payudaranya
yang kenyal. Dia sudah terbiasa dengan hal ini, toh biasanya pun
seperti itu tiap kali nonton di bioskop atau di perjalanan.
Semakin lama posisi duduknya makin bergeser dan kini dia tiduran
dengan kepalanya berada di atas pahaku. “Cantiknya gadisku ini,” pikirku
dalam hati. Tanganku pun kuletakkan di atas perutnya. Ketika adegan ada
adegan panas di film, kurasakan nafasnya berubah. Terus terang aku pun
merasa terangsang, pelan-pelan kugeser telapak tanganku ke atas
payudaranya, tapi dia menolaknya.
Karena terbawa suasana, kucium keningnya dan dia tersenyum kepadaku.
Kulanjutkan dengan mengecup pipi dan bibirnya, lagi-lagi dia tersenyum.
Itu adalah ciuman pertama kami. Ciuman yang awalnya hanya menempel
kurang dari sedetik, kini sudah menjadi ciuman penuh nafsu. Lidah kami
saling bermain dan tanganku pun sudah meremas-remas payudaranya.
Tiba-tiba dia bangun dan duduk di sebelahku, “udah ya, nanti
keterusan lagi”. “Sorry ya, abis kamu gemesin sih. Tau ngga, itu tadi
ciuman pertamaku lho,” ujarku polos. “sama,” jawabnya lagi sambil
menampilkan senyumnya yang bikin makin cinta itu. Kami pun meneruskan
menonton film dan hanya menonton.
Setelah film selesai, dia bangkit dari duduknya, “Mau ke mana?”
tanyaku. “Mau beresin baju dulu buat besok,” jawabnya. Memang besok kami
akan pergi ke luar kota bersama seluruh teman satu sekolah.
“Mau dibantuin?” tanyaku. “Ayo,” jawabnya sambil berjalan menuju
kamarnya. Aku pun mengikutinya ke kamarnya dan inilah pertama kalinya
aku masuk ke kamarnya. Kamarnya betul-betul menunjukkan kalau dia masih
manja, dengan cat pink dan tumpukan boneka di atas ranjangnya.
Dia mulai mengeluarkan baju-bajunya. “Yang ini jangan dibawa, terlalu
seksi,” kataku ketika dia mengeluarkan bajunya yang memang tipis dan
berbelahan dada besar. “Jangan protes doang, nih beresin sekalian,”
jawabnya seolah protes dengan memasang wajah ngambek, tapi lagi-lagi
tetap terlihat manja.
Aku pun mengambil alih lemarinya dan kupilih-pilih baju yang kupikir
cocok untuk dibawanya. Tiba-tiba muncul ide isengku untuk memilihkan
juga pakaian dalamnya. Kuambil satu yang berwarna krim, “ih jangan
pegang-pegang yang itu” jerit manjanya sambil berusaha merebut dari
tanganku. Aku pun berlari menghindar, “Wah ini toh bungkusnya, gede
juga,” candaku.
Dia pun menarik tanganku dan memelukku untuk merebut bra dari
tanganku yang lain. Segera saja kucium lagi bibirnya dan dia pun
membalas ciumanku. “emmmh…emhhh,” suaranya mendesah sambil tangannya
memegang tanganku.
Kudorong tubuhnya ke ranjang sambil terus berciuman. Kini posisiku
ada di atasnya dan menempel di tubuhnya. Terasa betul payudara kenyalnya
di dadaku. Kugeser tubuhku ke sampingnya agar dapat meremas
payudaranya. “emmmh…emhhhhh…emhhhh,” desahnya makin jelas dan kini
tangannya sudah menyentuh penisku dari luar celanaku. “Sudah nafsu
banget,” pikirku.
Perlahan-lahan kumasukkan tanganku ke dalam kaosnya dan meremas
payudaranya langsung. Kuangkat ke atas kaosnya sehingga kini terpampang
payudaranya yang besar terbungkus bra krim. Segera kuciumi kedua
payudaranya dan tidak lama dia pun melepas sendiri bra tersebut.
Benar-benar payudara yang besar dan indah, warnanya kecoklatan dengan
puting yang lebih gelap.
Kumainkan kedua putingnya, kujilati bergantian. “emmmh….emhhhh…kamu
juga buka dong,” pintanya sambil menahan desah. Segera kubuka baju
seragam dan celana sekolahku hingga tinggal celana dalam, kulanjutkan
dengan membuka celana pendeknya. “celana dalamnya jangan,” tolaknya
ketika aku akan menarik lepas celana dalam coklatnya.
Kulanjutkan jilatan-jilatanku di puting payudaranya, tangan kiriku
memainkan puting yang satu lagi, sedangkan tangan kananku
menggesek-gesek vaginanya dari luar celana dalam. “Enak?” tanyaku. Dia
hanya mengangguk sambil meremas-remas penisku dari luar celana dalam.
Tiba-tiba dia menarik keluar penisku. “dibuka aja ya?” tanyaku sambil
kubuka celana dalamku.
Tangannya makin kuat meremas-remas penisku, sementara tangan kananku
mulai memasuki vaginanya dari samping celana dalamnya. Kugesekkan jari
telunjukku ke bibir vaginanya yang sudah basah. Pelan-pelan kumasukkan
jariku ke dalam vaginanya, kulihat kepalanya mendongak ke atas sambil
terus mendesah.
“Boleh dimasukin ga?” tanyaku sambil menatap wajahnya yang sekarang
menjadi begitu seksi. “Pelan-pelan ya,” jawabnya dengan nafas
terengah-engah. Mendapat persetujuan, aku pun berdiri di bawah
ranjangnya dan di antara kedua kakinya. Kutarik lepas celana dalamnya
sehingga kini untuk pertama kalinya aku melihat langsung vagina seorang
gadis.
Vaginanya berwarna coklat dan kedua bibir vaginanya begitu rapat
seolah tidak ada lubang di sana. Bulu-bulu kemaluannya yang tipis sudah
terkena lendir-lendir yang keluar dari vaginanya ketika kumasukkan jari
telunjukku tadi. Kucium vagina tersebut, “iiiihh, apaan sih. Jangan
dicium, jijik ah, “ tolaknya sambil kedua telapak tangannya menutup
vaginanya.
“Abis imut sih,” kataku sambil tersenyum kepadanya. Kulepaskan kedua
tangan yang menutupinya dan langsung kugesek-gesekkan penisku ke
vaginanya. Sesekali kujilat-jilat kedua putingnya. “ehmmm…ehhhhm….”
lenguhnya makin tidak jelas. “Ji, masukin ji, masukin….emmmhhhh,”
pintanya.
Segera kudorong penisku memasuki lubang vaginanya, begitu sempit
namun karena sudah dipenuhi cairan-cairan, akibat rangsangan tadi,
perlahan-lahan penisku kun menembus vaginanya. “Oooooooh…ohhhhhhh,” kali
ini aku pun ikut mendesah keenakan.
Setelah penisku masuk seluruhnya, kurasakan denyutan-denyutan
vaginanya menjepit kepala penisku, begitu nikmat. Kutatap wajahnya, mata
kami pun berpandangan seolah membuat kesepakatan untuk mulai memompa.
Kutarik pelan-pelan penisku lalu kumasukkan kembali pelan-pelan. “Ji,
enak banget ji. Aduh enak banget….emmmmhh,” teriaknya makin meracau.
Semakin lama kocokan penisku semakin kencang. Kedua tanganku pun terus
memainkan kedua puting payudaranya, sambil sesekali meremasnya dan
menjilatnya.
Dia pun menarik tubuhku memeluknya. Kini tubuh kami serasa menempel,
payudaranya menempel di dadaku yang telah berkeringat. Bibir kami
berpagutan dan lidah kami saling membelit. Nikmat sekali. Hanya penisku
yang masih bisa bergerak keluar masuk vaginanya.
“Ji…..ohhhhh…ohhhh….jiii ,” tiba-tiba tubuhnya menegang kemudia lemas
sebentar. “Kamu keluar ya?” tanyaku sambil menghentikan kocokan penisku
namun masih terbenam di vaginanya.”Iya, enak banget, enak banget. Kamu
belum ya?” jawabnya sambil kepalanya menggeleng-geleng pelan seolah baru
merasakan sangat enak.
Tidak kujawab pertanyaannya tapi kembali kukocok penisku. “Jangan
cepet-cepet, masih geli,” pesannya. Karena memang sebetulnya aku pun
hampir ejakulasi, tidak lama kemudian aku pun mengeluarkan maniku.
“Ohhhhhh…ohhhhh…ke….keee ,” racauku sambil menyemprotkan maniku ke dalam
vaginanya.
Kucabut penisku dan tidur di sebelahnya. “Enak banget, makasih ya
ke,” ucapku. Dia Cuma tersenyum dan memelukku dengan kepalanya bersandar
di dadaku. Setelah itu kami pun mandi bersama. Besoknya di acara
liburan perpisahan sekolah, kami menjadi semakin rapat seperti sepasang
pengantin baru. Kami pun beberapa kali mengulangi aktivitas seks di
rumahnya.
Hingga akhirnya kami berpisah jarak karena harus kuliah di kota yang
berbeda dan berujung dengan putus karena sulit mempertahankan pacaran
jarak jauh.
Komentar
Posting Komentar