
Suatu siang, aku sedang terburu-buru
karena dipanggil Boss untuk menyiapkan sYogaan kepada tamu yang datang
dari Kalimantan, tanpa sadar aku berpapasan dengan Sinta yang sedang
berjalan sambil melihat hape tanpa memerhatikan jalan sehingga terjadi
tabarakan tanpa sengaja antara aku dan Sinta. Tubuhnya tinggi bila
dibanding wanita biasa kira-kira 170 cm plus sepatu, soalnya tubuhku
juga sekitar itu, secara reflek aku memeluknya karena takut terjatuh.
Dalam dekapanku terasa harum parfum yang membuat darahku berdesir
mengalirkan hawa nafsu hingga keubun-ubun.
“Duh, maaf mas Yoga. Aku gak liat, ini sambil baca e-mail kerjaan dari bapak.” Ucap Sinta memelas.
“Iya, Mbak Sinta gapapa. Aku juga lagi buru-buru dipanggil si bapak soalnya hehehe.” Jelas ku
sambil pamit untuk ke ruangan bapak boss.
sambil pamit untuk ke ruangan bapak boss.
Setelah itu kamipun kembali bekerja
dengan kesibukan masing-masing dan tidak memikirkan lagi kecelakaan
tadi. Kira-kira setengah jam sebelum jam kerja berakhir, aku hubungi dia
lewat telephone untuk mengajak nonton dan kebetulan filmnya bagus
sekali. Eh ternyata dia setuju kalau nontonnya hanya berdua saja.
Selama dalam perjalanan ke tempat tujuan
kami ngobrol ngalor-ngidul tidak karuan dan tertawa dan kutanya apakah
dia sudah punya pacar? Dijawab baru putus tiga bulan yang lalu makanya
dia memutuskan untuk pindah tempatku. Kupikir dia ini lagi labil dan
kebetulan sekali aku mau mendekatinya.
Setelah membeli karcis dan makanan kecil kami masuk ke dalam gedung yang masih sepi…
biasanya juga sepi sih….
biasanya juga sepi sih….
aku mengambil posisi di tengah dan boleh pilih tempat kata penjaganya..
Sesaat filmpun dimulai… tanganku mulai
menyentuh tangannya… dia masih membiarkan… Mulailah pikiran kotorku…
kuremas secara halus…. dia hanya membalas dengan halus…. Kudekatkan
wajahku ketelinganya… nafasku mulai masuk melalui lubang telinganya yang
sedikit terhalang oleh rambutnya yang harum.
Kuberanikan untuk mencium leher… dia
hanya mendesah, “aaahhhhh……” kuarahkan ke pipi lalu ke mulutnya…..
pertama kali dia menutup mulutnya tetapi tidak kuasa untuk membukanya
juga karena aku terus menempelkan mulutku pada bibirnya…. “Ssssshhhhh……”
Tanganku tetap meremas jemari tangannya lalu pindah ke leher dan
sebelah lagi ke pinggang… lama kelamaan naik ke buah dada yang masih
terbungkus oleh pakaian seragam kantor… lidahku mulai memainkan lidahnya
begitu pula sebaliknya…. Ku perhatikan matanya mulai terpejam…
jemarinya mulai agak kuat meremas tubuhku…. kami tidak memperhatikan
lagi film yang sedang diputar.
Aku raba kebagian paha…. tetapi
terhalang oleh stokingnya yang panjang sampai perut… sudah tidak sabar
aku untuk meraba kemaluannya… dia menarik tanganku agar jangan meraba
barangnya… kuraba terus akhirnya dia mengalah…. kubisikan untuk
melepaskan stockingnya, kami lepas semua permainan sejenak… hanya untuk
melepas stocking yang dia pakai… setelah itu kembali lagi ke permainan
semula…. kurogoh dengan tanganku yang kekar dan berbulu selangkangannya
yang masih terbungkus dengan cdnya… tanganku mulai kepinggulnya.
Ternyata dia memakai cd yang diikat disamping, kubuka secara perlahan
agar memudahkan untuk melanjutkan kememeknya, yang terdengar cuma suara
nafas kami berdua, sampailah aku kepermukaan pusar lalu turun kebawah,
betapa kagetnya aku raba-raba ternyata bulunya hanya sedikit.
Kulepas mulutku dari mulutnya dan
bertanya, “ta, bulunya dicukur ya?” Bukan jawaban yang aku terima tetapi
tamparan kecil mendarat dipipiku… plak! Ku lanjutkan lagi…. sampai
akhirnya film sudah selesai.
Kubisikan lagi, “Saya ikatkan lagi ya,
Wi.” Tidak dijawab, kuikatkan kembali, filmpun berakhir kita semua
bubar. Melangkah dianak tangga ke tujuh, dia menarik aku lalu membisikan
“Ga, talinya lepas….” buru-buru aku pepet samping kiri pinggulnya agar
orang tidak menyangka.
Turun lagi keanak tangga kesembilan eh dia bisikan lagi “Ga satunya juga, kamu sih, ikatnya nggak kencang”
“Sory dech…” Kataku.
Akhirnya dia menuruni tangga dengan merapatkan kaki dan memegang samping kiri roknya.
Cepat cepat aku ambil motor sementara dia berdiri menunggu.
Cepat cepat aku ambil motor sementara dia berdiri menunggu.
“Sampai juga akhirnya…….” kita berdua hanya cekikikan saja.
“Mau kemana lagi kita sekarang….” kataku
“Terserah aja soalnya mau pulang males, lagi ribut sama mama.”
“Mau kemana lagi kita sekarang….” kataku
“Terserah aja soalnya mau pulang males, lagi ribut sama mama.”
Jawab Sinta singkat. Lalu kupercepat laju motorku menuju pondok tirta di Halim.
Begitu sampai, langsung masuk ke kamar,
ngoborol-ngobrol sebentar, lalu aku kekamar mandi untuk mencari kondom
berwarna hitam yang selalu aku siapkan di dalam tas dan kembali lagi
terus kuciumi dia sampai nggak bisa nafas. “Eeeggghhhhh……” sambil
mencabut mulutnya, “Pelan-pelan dong, Ga.”
Mulailah aku menciumi secara perlahan sambil membuka baju dan behanya.
Teteknya tidak terlalu besar dan tidak
terlalu kecil, putingnya mungil berwarna coklat gelap. Kuciumi teteknya,
“Sssshhhhh……” sambil menjambak rambutku. Kumainkan lidahku di putingnya
yang satu sementara yang satu lagi meremas tetek lainnya.
“Ssssshhhhhh……. “,
, nafas yang memburu.
, nafas yang memburu.
Kuturunkan roknya lalu celana dalamnya dan kubaringkan ketempat tidur sambil terus
menyusu, “sssshhh……ooohhh….. Ga…” Desah Sinta.
menyusu, “sssshhh……ooohhh….. Ga…” Desah Sinta.
Aku tak peduli dengan suara itu, dan
benar saja bulu jembutnya hanya sedikit dan halus-halus lagi,
kubelai-belai meski hanya sedikit, lalu kumainkan itilnya yang sudah
basah, dia agak kaget.
“Aaauuu, ahhhh…” ku perhalus lagi permainkanku, mau kumasukan jemariku kememeknya
tapi, “Aaaaauu, sakit Ga!” Teriak Sinta. Lho anak ini masih perawan rupanya, pikirku.
tapi, “Aaaaauu, sakit Ga!” Teriak Sinta. Lho anak ini masih perawan rupanya, pikirku.
KuGalati terus pentilnya sambil kubuka
seluruh pakaianku, tampaklah dua insan manusia tanpa benang sehelaipun,
dia memperhatikan kontolku sejenak lalu tertawa, “Hahaha,” kenapa
kataku, “Bentuknya lucu…” katanya polos sambil meremas pelan kontolku
dengan tangan kirinya. Lalu pelan pelan ku geser pahanya agar merengang.
Ku pasangkan kondom yang baru ku beli
tadi pagi, harganya gak terlalu semahal yang lainnya, tapi kondom
berbungkus hitam ini selalu jadi andalan untuk urusan ranjang. Setelah
itu, kuatur posisi untuk siap menerobos lubang memeknya.
“Eeghhh… egghhh….” belum bisa juga, dua
kali baru kepalanya yang masuk, aku tidak kehilangan akal, kuGalat terus
puting susunya dan secara perlahan ketekan pantatku agar masuk seluruh
kontolku dan “Ssssssshhhhhh… Eeeeggghhhh… Sssshhhh…” barulah masuk
seluruhnya dan mulai kuayunkan secara perlahan sekali,
“Sssssshhhhhh…. Ssssshhhhh… Aaakkhhhh….. Ga…..”
“Ga……. “hanya itu suara yang terdengar, makin lama makin cepat ayunan pantatku dan kurasakan
seluruh persendianku mau copot, “Sssssshhhhhh… Ooohhhh… My god…” Katanya.
“Sssssshhhhhh…. Ssssshhhhh… Aaakkhhhh….. Ga…..”
“Ga……. “hanya itu suara yang terdengar, makin lama makin cepat ayunan pantatku dan kurasakan
seluruh persendianku mau copot, “Sssssshhhhhh… Ooohhhh… My god…” Katanya.
Aku hentikan permainan karena aku mau
keluar jadi kuhentikan sesaat, eh dia malah membalikkan tubuhku, kuatur
posisi kontolku agar pas dilobang memeknya dan bbbllleeess, masuk lagi
kontolku dalam lumatan memeknya yang masih kencang. Dia menaikan dan
menurunkan badannya, “Ssshhhh…. Sshhhh… Aahhhh…..” Mulut ku disumpalnya
dengan susunya dan putingnya sudah menegang semua seperti kontolku yang
menegang dari tadi.
“Ssssshhh… Aaaaahhhhh…. Ooohhhhh… Sssssshhh…” l
lima menit kemudian, dia menjambak rambutku dan mejatuhkan tubuhnya ketubuhku
“Ga… Aaaakkkkkhhhh… Gaiiii… Sssshhhhh….”
Rupanya dia mencapai klimaks, dan aku merasakan kejutan dari lubang memeknya seperti empot
ayam.
lima menit kemudian, dia menjambak rambutku dan mejatuhkan tubuhnya ketubuhku
“Ga… Aaaakkkkkhhhh… Gaiiii… Sssshhhhh….”
Rupanya dia mencapai klimaks, dan aku merasakan kejutan dari lubang memeknya seperti empot
ayam.
“Sssshhhhhh… Aaahhhhhh… Gaaaaaaa…”
Pejuku nyemprot didalam liang memeknya kira-kira empat atau lima kali kejutan,
untung pakai kondom kalau tidak bisa repot, begitu pikirku.
Pejuku nyemprot didalam liang memeknya kira-kira empat atau lima kali kejutan,
untung pakai kondom kalau tidak bisa repot, begitu pikirku.
Akhirnya kami berdua lemas dan
bermandikan keringat. Sesaat tubuhnya masih menindih tubuhku dan kuciumi
dia dengan mesra. Lalu dia menggeser ke kasur, kuambil sebatang rokok
untuk kuhisap, ternyata dia ingin menghisap kontolku lagi.
“Aaahhh…..”, sambil memijat-mijat kontolku…
“Jangan dikepalanya…” kubilang
“Emangnya kenapa??” Tanya Sinta.
“Ngilu tau, he… he… he…”
“Jangan dikepalanya…” kubilang
“Emangnya kenapa??” Tanya Sinta.
“Ngilu tau, he… he… he…”
Kutanya secara perlahan,“ta, hhmmm, cowok kamu dulu suka begini nggak?”
“Nggak berani…” Jawabnya singkat sambil menyudahi hisapannya di kontolku.
“Jadi ini yang pertama?” Tambahku.
“Nggak berani…” Jawabnya singkat sambil menyudahi hisapannya di kontolku.
“Jadi ini yang pertama?” Tambahku.
Sinta hanya mengangguk, aku tidak
memperhatikan kalau dikontolku itu ada tetesan darah dari memeknya. Dia
berjalan menuju kamar mandi, lalu berteriak kecil, “Aaauuuu!”
“Kenapa Sinta?!” Tanyaku sedikit bingung.
“Kencingnya sakit.” Jawab Sinta.
“Kencingnya sakit.” Jawab Sinta.
Lalu kami mandi dan membersihkan badan
berdua. Tanpa terasa sudah jam delapan tiga puluh, kami memesan makan
malam dan disantap tanpa busana’
Setelah santap malam kuGalati lagi
puting susunya sampai menegang kembali, aku meminta untuk mengulum
kontolku tapi Sinta hanya menggeleng, kuraba memeknya juga mulai basah.
Kubalikkan dia, kuarahkan kontolku
keliang memeknya dari belakang, “Aaaauu…..” Teriaknya kaget dan terus
kuayunkan daari pelan sampai begitu cepat.
“Sssshhhhh… ssshhhhh… ssshhh… Enakkk Gaaaaa…”
Lalu dia minta aku berbalik dengan
posisi terlentang sedang dia mulai menaki tubuhku sambil susunya
disodorkan untuk dilumat lagi.
Kuarahkan lagi tanpa melihat dimana posisi lobangnya dan bless, dia mulai mengayunkan tubuhnya.
“Sssssshhhhhh… Sssshhhhh… Aaaahhhh… Ga…”
Lima menit kemudian tubuhnya kembali mengejang dan “Aaaahhhhh……. Ga…”
Sambil merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Kini giliran aku yang tidak bisa bernafas karena tertutup rambut, kuhentakkan pantatku kuat-kuat dan kuayunkan pantatku terus lalu,
Lima menit kemudian tubuhnya kembali mengejang dan “Aaaahhhhh……. Ga…”
Sambil merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Kini giliran aku yang tidak bisa bernafas karena tertutup rambut, kuhentakkan pantatku kuat-kuat dan kuayunkan pantatku terus lalu,
“Ssssssshhhhhhh….. Sintaaaa………” pejuku yang kedua keluar.
Kami istirahat sejenak lalu mandi air
hangat lagi dan kutengok jam tanganku sudah menunjukkan pukul sepuluh
malam. Kuantarkan dia pulang kerumahnya dibilangan tebet timur.
Keesokan harinya kami bekerja seperti biasanya, tetapi dia menghubungiku,
“Ga, masih sakit kalau pipis. Tuh sampai tadi pagi juga sakit.”
“Nggak apa-apa, tapi enak kan? Mau nambah?” Tanya ku menggoda.
“Nanti ya…” Jawab Sinta singkat. Aku hanya tersenyum membaca pesan singkatnya.
Semenjak saat itu aku secara rutin
menyetubuhi Sinta, baik karena kemauan aku, atau karena libido Sinta
yang sedang naik. Kita bahkan sempat beberapa kali melakukannya di
kantor secara diam-diam bila memang nafsu sudah tidak bisa tertahankan.
Komentar
Posting Komentar